KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, karena dengan rahmat dan kasih sayang-Nya kami dapat menyusun
dan menyelesaikan makalah ini, sehingga dapat hadir di hadapan para pembaca
sekalian. Salawat serta salam tidak lupa pula kita haturkan kepada Nabi besar
junjungan alam yaitu Nabi Muhammad SAW, Nabi Akhir zaman yang menjadi suri
tauladan yang baik bagi kita semua dalam berinteraksi terhadap sesama manusia
ataupun kepada Sang Maha Pencipta.
Pada dasarnya,
sungguh masih banyak kekurangan dalam makalah yang telah kami buat ini. Namun
isinya insya Allah sesuai dengan standar kompetensi yaitu “ Memahami hukum
islam tentang muamalah” dan kompetensi dasar yaitu pertama, “menjelaskan asas-asas
transaksi ekonomi dalam islam” kemudian kedua, “memberi contoh transaksi
ekonomi dalam islam” serta yang terakhir yaitu “menerapkan transaksi ekonomi
Islam dalam kehidupan sehari-hari”. Kami harap dengan makalah ini kita semua
dapat dengan mudah memahami isi materi kali ini.
Demikian,
sepatah kata dari kami mudah – mudahan dapat bermanfaat serta dapat kita
amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari, segala kekurangan dan kesalahan murni
berasal dari diri kami selaku manusia yang serba kekurangan, dan apabila ada
yang lebih dan bermanfaat maka semuanya itu murni dari rahmat-Nya. Kami selaku
kelompok lima mengucapkan selamat membaca dan semoga sukses dunia dan akhirat.
Allahu Akbar.
Gerung,
3 November 2010
Penyusun
Daftar Isi
Halaman
Kata
pengantar......................................................................................... i
Daftar isi .................................................................................................. ii
Latar Belakang..........................................................................................
iii
BAB I PEMBAHASAN
Muamalah.................................................................................... 4
Jual Beli............................................................................ 4
Riba’................................................................................ 9
Hukum islam tentang kerja sama
dalam ekonomi (Syirkah) 12
Mudarabah...................................................................... 15
Perbankan yang sesuai dengan hukum
islam..................... 17
Sistem asuransi yang sesuai dengan prinsip
hukum islam.. 19
BAB II PENUTUP
Kesimpulan ................................................................................. 23
Saran ........................................................................................... 23
Daftar pustaka.......................................................................................... 24
Latar Belakang
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi. Allah SWT berfirman
Artinya : “Dan Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS Az Zumar : 39).
Kita
selaku umat islam yang baik, hendaklah mengikuti ajaran agama yang telah di
tentukan sesuai dengan pedoman kita umat
islam yaitu Al-Qur’an dan Hadistt, baik itu berupa tatanan dalam ibadah maupun
dalam interaksi kita sehari-hari. Seperti halnya dalam kegiatan ekonomi, dari
kenyataan yang ada penerapan kegiatan ekonomi di lingkungan kita sendiri yang
telah mengikuti ketentuan-ketentuan dalam jual beli sangatlah minim, bahkan
telah jauh menyimpang jadi apakah ini yang kita inginkan? tentunya tidak, sebagai
umat islam yang baik kita hendaknya kita mengetahui batasan-batasan yang telah
ditentukan dalam agama kita, khususnya dalam kegiatan ekonomi agama kita telah
memberikan tata cara serta batasan-batasan dalam jual beli.
Muamalah
Muamalah
adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat dengan tata
cara yang ditentukan. Termasuk dalam muamalah yakni jual beli, hutang piutang,
pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan, dan lain-lain. Dalam
bahasan ini akan menjelaskan sedikit tentang muamalah jual beli, riba, kerja
sama ekonomi, mudarabah, perbankan dan sistem asuransi.
A. Jual
Beli
Jual beli adalah suatu
kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu.
Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang.
Dijelaskan dalam
potongan surat Al-Qur’an (Q.S. al-Baqarah/2:275)
3
¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur
(#4qt/Ìh9$#
4 ÇËÐÎÈ
Artinya:
…Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….. (Q.S.
al-Baqarah/2:275)
Rukun Jual Beli1. Ada penjual dan pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri, dewasa/baligh dan tidak mubazir alias tidak sedang boros.
2. Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar seperti uang, dinar emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat karena mungkin di tempat lain namanya salam.
3. Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang membeli (penjual dan pembeli).
Hal-Hal Terlarang / Larangan Dalam Jual Beli
1. Membeli barang di atas harga pasaran
2. Membeli barang yang sudah dibeli atau dipesan orang lain.
3. Menjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu (bohong).
4. Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat.
5. Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya.
6. Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi.
7. Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli.
8. Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan.
9. Menjual atau membeli barang haram.
10. Jual beli tujuan buruk seperti untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para pesaing, dan lain-lain.
Hukum-Hukum Jual Beli
1. Haram
Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan larangan jual beli.
2. Mubah
Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah.
3. Wajib
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
Kesempatan Meneruskan/Membatalkan Jual Beli (Khiar)
Pengertian Khiar
Khiar
(memilih) dalam jual beli maknanya adalah memilih yang terbaik dari dua perkara
untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli. Khiar terdiri dari delapan
macam :
1. Khiar Masjlis (pilihan majelis)
Yaitu
tempat berlangsungnya jual beli. Maksudnya bagi yang berjual beli mempunyai hak
untuk memilih selama keduanya ada di dalam majelis. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah shallalahu ‘alalihi wasaallam. 1. Khiar Masjlis (pilihan majelis)
“Jika dua orang saling berjual beli, maka masing-masing punya hak untuk memilih selama belum berpisah dan keduanya ada di dalam majelis” (Shahih, dalam shahihul Jami : 422)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata : Dalam penetapan adanya Khiar majelis dalam jual beli oleh Allah dan Rasul-Nya ada hikmah dan maslahat bagi keduanya, yaitu agar terwujud kesempurnaan ridha yang disyaratkan oleh Allah ta’ala dalam jual beli melalui firman-Nya
“Kecuali saling keridhaan di atara kalian” (An Nisa :29), karena sesungguhnya akad jual beli itu sering terjadi dengan tiba-tiba tanpa berfikir panjang dan melihat harga. Maka kebaikan-kebaikan syariat yang sempurna ini mengharuskan adanya sebuah aturan berupa Khiar supaya masing-masing penjual dan pembeli melakukannya dalam keadaan puas dan melihat kembali transaksi itu (maslahat dan mandaratnya). Maka masing-masing punya hak untuk memilih sesuai dengan hadits “selama keduanya tidak berpisah dari tempat jual beli”.
Kalau keduanya meniadakan Khiar (hanya asas kepercayaan) yaitu saling berjual beli dengan syarat tidak ada Khiar, atau salah seorang keduanya merelakan tidak ingin Khiar, maka ketika itu harus terjadi jual beli pada keduanya atau terhadap orang yang mengugurkan hak Khiarnya hanya dengan sebatas akad saja. (Karena Khiar itu merupakan hak dari orang yang bertransaksi maka hak itu hilang jika yang punya hak membatalkannya). Sebagaimana sabda Rasulullah “Selama keduanya belum berpisah atau pilihan salah seorang dari keduanya terhadap yang lain”(Shahih, dalam Shahih Al Jami’: 422).
Dan diharamkan bagi salah satu dari kedunya untuk memisahkan saudaranya dengan tujuan untuk menggugurkan hak Khiarnya berdasarkan hadits Amr bin Syu’aib yang padanya terdapat perkataan Nabi
:“Tidak halal baginya untuk memisahkannya karena khawatir dia akan menerima hak Khiar (menggagalkan jual belinya)”. (Hasan, dalam Irwaul Ghalil : 1211)
2. Khiar Syarat
Yaitu masing-masing dari keduanya mensyaratkan adanya Khiar ketika melakukan akad atau setelahnya selama Khiar majelis dalam waktu tertenu, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam “orang-orang muslim itu berada di atas syarat-syarat mereka” dan juga karena keumuman firman Allah Ta’ala
“Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah janji-janji itu” (Al Maidah :1.). Dua orang yang bertransaksi sah untuk mensyaratkan Khiar terhadap salah seorang dari keduanya karena Khiar merupakan hak dari keduanya, maka selama keduanya ridho berarti hal itu boleh.
3. Khiar Ghobn
Yaitu jika seorang tertipu dalam jual beli dengan penipuan yang keluar dari kebiasaan, maka seorang yang tertipu dia diberi pilihan apakah akan melangsungkan transaksinya atau membatalkannya. Dalilnya sabda rasul “Tidak ada madharat dan tidak ada memadharati” (Silsilah As Shahihah : 250) dan sabdanya “Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan kelapangan darinya (dalam menjualnya)” (Irwaul Ghalil : 1761) .
Dan orang yang tertipu tidak akan lapang jiwanya dengan penipuan, kecuali kalau penipuan tersebut adalah penipuan ringan yang sudah biasa terjadi, maka tidak ada Khiar baginya.
Gambaran Khiar Ghobn
1. Orang-orang kota menyambut orang-orang yang datang dari pelosok yang datang untuk mengambil (memeberikan) barang dagangan mereka di kota, jika orang-orang kota menyambutnya kemudian membeli dari mereka dengan harga yang tidak sewajarnya (dibohongi), jelas orang-orang yang datang dari pelosok itu tertipu dengan penipuan yang besar, maka mereka berhak untuk memilih (Khiar) karena sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam “Jangan kalian sambut orang-orang yang datang itu, maka barang siapa yang menyambutnya dan membeli barangnya, jika kemudian mereka datang ke pasar (ternyata dia mengetahui harganya) maka dia berhak untuk Khiar" (HR. Muslim).
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasalam melarang untuk menyambut mereka di luar pasar yang didalamnya terdapat jual beli barang, dan beliau memerintahkan jika penjual itu datang ke pasar sehingga dia mengetahui harga-harga barang maka penjual tersebut berhak untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata “ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasalam menetapkan Khiar bagi pendatang jika dia bertemu dengan pembeli (dari kota), karena padanya ada unsur penipuan.
Ibnul Qoyim menjelaskan “Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasalam melarang darinya (melakukan penyambutan untuk membeli) karena adanya penipuan terhadap penjual yaitu penjual tidak tahu harga, sehingga orang-orang di kota membeli darinya dengan harga minim, oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasalam menetapkan hak Khiar bagi penjual setelah dia memasuki pasar. Adapun tentang adanya Khiar dalam kodisi tertipu tidak ada pertentangan di kalangan para ulama karena penjual yang datang ke kota jika dia tidak tahu harga, maka dia teranggap tidak tahu terhadap harga-harga yang semestinya sehingga dengan demikian pembeli telah menipunya. Demikian pula jika penjual menjual sesuatu kepada pembeli maka bagi pembeli berhak untuk Khiar jika dia masuk pasar dan merasa tertipu dengan penipuan yang keluar dari kebiasaan.
2. Penipuan yang disebabkan oleh adanya tambahan harga oleh najasy, Najasy yaitu orang yang memberikan tambahan terhadap barang dagangan sedangkan dia sendiri tidak berniat untuk membelinya melainkan hanya sekedar untuk menaikan harga barang terhadap pembeli. Maka ini adalah amalan yang diharamkan. Termasuk ke dalam Najasy yang diharamkan adalah yaitu pemilik barang mengatakan “aku berikan kepada orang lain dengan harga sekian” padahal dia dusta”, atau mengatakan“ aku tidak akan menjualnya kecuali dengan harga sekian padahal dia dusta.
Gambaran lain dari najasy yang diharamkan adalah pemilik barang mengatakan “Tidaklah aku menjual barang ini kecuali dengan harga sekian atau seharga sekian, dengan tujuan supaya pembeli membelinya dengan harga minimal yang dia sebutkan seperti mengatakan terhadap suatu barang “harga barang ini lima ribu saya jual dengan harga sepuluh ribu” dengan tujuan pembeli membelinya dengan harga yang mendekati nilai sepuluh ribu (padahal dia dusta).
3. Ghobn Mustarsil
Ibnul Qoyim berkata dalam hadits disebutkan “Menipu orang yang mustasrsil adalah riba”
Mustarsil adalah orang yang tidak tahu harga dan tidak bisa menawar bahkan dia percaya sepenuhnya kepada penjual, jika ternyata dia ditipu dengan penipuan yang besar maka dia punya hak untuk Khiar.
Ghobn adalah diharamkan karena padanya mengandung unsur penipuan terhadap pembeli. Dan beberapa perkara yang diharamkan dan sering terjadi di pasar-pasar kaum muslimin seperti sebagian orang ketika membawa barang dagangan ke pasar.
Orang-orang pasar sepakat untuk tidak menawar barang (dengan harga tinggi), apabila pembeli tidak ada yang bersedia menambah harta pembelian, maka akhirnya penjual terpaksa menjualnya dengan harta murah. Maka ini adalah Ghobn (penipuan) yang dzalim dan diharamkan. Apabila pemilik barang mengetahui bahwa dia telah ditipu maka boleh baginya untuk Khiar dan mengambil kembali barangnya. Maka wajib bagi yang melakukan penipuan seperti ini untuk meninggalkan perbuatan ini dan bertaubat darinya. Dan bagi yang mengetahui hal ini wajib baginya untuk mengingkari orang yang berbuat seperti ini dan menyampaikan kepada pihak yang berwenang untuk ditindak.
4. Khiar Tadlis
Yaitu Khiar yang disebabkan oleh adanya tadlis. Tadlis yaitu menampakkan barang yang aib (cacat) dalam bentuk yang bagus seakan-akan tidak ada cacat. Kata tadlis diambil dari kata addalah dengan makna addzulmah (gelap) yaitu seolah-olah penjual menunjukan barang kepada pembeli yang bagus di kegelapan sehingga barang tersebut tidak terlihat secara sempurna. Dan ini ada dua macam
Pertama : menyembunyian cacat barang
Kedua : Menghiasi dan memperindahnya dengan sesuatu yang menyebabkan harganya bertambah.
Tadlis ini haram, karena dia merasa tertipu dengan membelanjakan hartanya terhadap barang yang ditunjukan oleh penjual dan kalau dia tahu barang yang dibeli itu tidak sesuai dengan harga yang dia berikan maka syariat memperbolehkan bagi pembeli untuk mengembalikan barang pembeliannya.
Diantara contoh-contoh tadlis yang ada adalah menahan air susu kambing, sapi dan unta ketika hendak dipajang untuk dijual, sehingga pembeli mengira ternak itu selalu banyak air susunya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “janganlah kalian membiarkan air susu unta dan kambing (sehingga tampak banyak air susunya), maka apabila dia tetap menjualnya maka bagi pembeli berhak untuk Khiar dari dua pilihan apakah dia akan melangsungkan membeli atau mengembalikannya dengan satu sha kurma”. (Shahih dalam Shahihul Jami :7347, Al Albany)
Contoh lain adalah menghiasi rumah yang cacat untuk menipu pembeli atau penyewa, menghiasi mobil-mobil sampai nampak seperti belum pernah dipakai dengan maksud untuk menipu pembeli serta contoh-contoh lainnya dari bentuk penipuan..
Maka wajib bagi seorang muslim untuk berlaku jujur serta menjelaskan hakikat dari barang-barang yang akan dijual, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “Dua orang penjual dan pembeli berhak untuk Khiar selama keduanya tidak berpisah. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan (hakikat dari barang-barangnya), maka berkah bagi keduanya dalam jual beli.. Akan tetapi apabila keduanya dusta dan menyembunyikan aib barangnya, maka terhapuslah berkah jual belinya." Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengabarkan bahwa “Jujur dalam menjual dan membeli adalah dari sebab berkah, dan sesungguhnya dusta adalah penyebab hilangnya berkah.” Maka harga (nilai uang) meskipun sedikit apabila disertai dengan kejujuran maka Allah akan memberikan berkah padanya, dan sebaliknya banyak akan tetapi disertai dengan kedustaan maka hal itu akan menghapuskan berkah dan tidak ada kebaikan padanya.
5. Khiar Aib
Yaitu Khiar bagi pembeli yang disebabkan adanya aib dalam suatu barang yang tidak disebutkan oleh penjual atau tidak diketahui olehnya, akan tetapi jelas aib itu ada dalam barang dagangan sebelum dijual. Adapun ketentuan aib yang memperbolehkan adanya Khiar adalah dengan adanya aib itu biasanya menyebabkan nilai barang berkurang, atau mengurangi harga barang itu sendri.. Adapun landasan untuk mengetahui hal ini kembali kepada bentuk perniagaan yang sudah terpandang, kalau mereka menganggapnya sebagai aib maka boleh adanya Khiar, dan kalau mereka tidak menganggapnya sebagai suatu aib yang dengannya dapat mengurangi nilai barang atau harga barang itu sendiri maka tidak teranggap adanya Khiar. Apabila pembeli mengetahui aib setelah akad, maka baginya berhak Khiar untuk melanjutkan membeli dan mengambil ganti rugi seukuran perbedaan antara harga barang yang baik dengan yang terdapat aib. Atau boleh baginya untuk membatalkan pembelian dengan mengembalikan barang dan meminta kembali uang yang telah dia berikan..
6.Khiar Takhbir Bitsaman
Menjual barang dengan harga pembelian, kemudian dia mengkhabarkan kadar barang tersebut yang ternyata tidak sesuai dengan hakikat dari barang tersebut.seperti harga itu lebih banyak atau lebih sedikit dari yang dia sebutkan, atau dia berkata “Aku sertakan engkau dengan modalku di dalam barang ini” atau dia mengatkaan “Aku jual kepadamu barang ini dengan laba sekian dari modalku” atau dia mengatkaan “Aku jual barang ini kepadamu kurang sekian dari harga yang aku beli”. Dari keempat gambaran ini jika ternyata modalnya lebih dari yang dia khabarkan , maka bagi pembeli boleh untuk memilih antara tetap membeli atau mengembalikannya menurut pendapat suatu madzhab. Menurut pendapat yang kedua dalam kodisi seperti ini tidak ada Khiar bagi pembeli, dan hukum berlaku bagi harga yang hakiki, sedang tambahan itu akan jatuh darinya (tidak bermakna). Wallahu a’lam
7. Khiar bisababi takhaluf
Khiar yang terjadi apabila penjual dan pembeli berselisih dalam sebagian perkara, seperti berselisih dalam kadar harga atau dalam barang itu sendiri, atau ukurannya, atau berselisih dalam keadaan tidak ada kejelasan dari keduanya, maka ketika itu terjadi perselisihan. Ketika kedunya saling berbeda terhadap apa yang diinginkan maka keduanya boleh untuk membatalkan jika dia tidak ridha dengan perkataan yang lainnya
8 .Khiar ru’yah
Khiar bagi pembeli jika dia membeli sesuatu barang berdasarkan penglihatan sebelumnya, kemudian ternyata dia mendapati adanya perubahan sifat barang tersebut ketika telah akan membelinya, maka ketika itu baginya berhak untuk memilih antara melanjutkan pembelian atau membatalkannya.
Jual Beli Barang Tidak Terlihat (Salam)
Arti definisi/pengertian Salam adalah penjual menjual sesuatu yang tidal terlihat / tidak di tempat, hanya ditentukan dengan sifat dan barang dalam tanggungan penjual.
Rukun Salam sama seperti jual beli pada umumnya.
Syarat Salam :
1. Pembayaran dilakukan di muka pada majelis akad.
2. Penjual hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan.
3. Barang yang disalam jelas spesifikasinya baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya.
B. Riba
Istilah
dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya di dunia Islam. Oleh karenanya,
terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas Islam. Orang sering lupa bahwa
hukum larangan riba, sebagaimana dikatakan oleh seorang Muslim Amerika, Cyril
Glasse, dalam buku ensiklopedinya, tidak diberlakukan di negeri Islam modern
manapun. Sementara itu, kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa di dunia
Kristenpun, selama satu milenium, riba adalab barang terlarang dalam pandangan
theolog, cendekiawan maupun menurut undang-undang yang ada.
Di sisi lain, kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa praktek riba yang merambah ke berbagai negara ini sulit diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa dilakukan pengaturan dan pembatasan terhadap bisnis pembungaan uang. Perdebatan panjang di kalangan ahli fikih tentang riba belum menemukan titik temu. Sebab mereka masing-masing memiliki alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai pendapat yang bermacam-macam tentang bunga dan riba.
Di sisi lain, kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa praktek riba yang merambah ke berbagai negara ini sulit diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa dilakukan pengaturan dan pembatasan terhadap bisnis pembungaan uang. Perdebatan panjang di kalangan ahli fikih tentang riba belum menemukan titik temu. Sebab mereka masing-masing memiliki alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai pendapat yang bermacam-macam tentang bunga dan riba.
Pengertian
Riba
Kata Ar-Riba adalah isim maqshur, berasal dari rabaa yarbuu, yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif. Asal arti kata riba adalah ziyadah (tambahan), adakalanya tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, seperti firman Allah swt:
Kata Ar-Riba adalah isim maqshur, berasal dari rabaa yarbuu, yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif. Asal arti kata riba adalah ziyadah (tambahan), adakalanya tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, seperti firman Allah swt:
$ygr'¯»t
â¨$¨Z9$#
bÎ)
óOçFZä.
Îû
5=÷u
z`ÏiB
Ï]÷èt7ø9$#
$¯RÎ*sù
/ä3»oYø)n=yz
`ÏiB
5>#tè?
§NèO
`ÏB
7pxÿõÜR
§NèO
ô`ÏB
7ps)n=tæ
¢OèO
`ÏB
7ptóôÒB
7ps)¯=sC
Îöxîur
7ps)¯=sèC
tûÎiüt7ãYÏj9
öNä3s9
4
É)çRur
Îû
ÏQ%tnöF{$#
$tB
âä!$t±nS
#n<Î)
9@y_r&
wK|¡B
§NèO
öNä3ã_ÌøéU
WxøÿÏÛ
¢OèO
(#þqäóè=ö7tFÏ9
öNà2£ä©r&
(
Nà6ZÏBur
`¨B
4¯ûuqtGã
Nà6ZÏBur
`¨B
tã
#n<Î)
ÉAsör&
ÌßJãèø9$#
xøx6Ï9
zNn=֏t
.`ÏB
Ï÷èt/
8Nù=Ïæ
$\«øx©
4
ts?ur
ßöF{$#
ZoyÏB$yd
!#sÎ*sù
$uZø9tRr&
$ygøn=tæ
uä!$yJø9$#
ôN¨tI÷d$#
ôMt/uur
ôMtFt6/Rr&ur
`ÏB
Èe@à2
£l÷ry
8kÎgt/
ÇÎÈ
5. Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia
tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu
Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang indah.
Hukum Riba
Riba, hukumnya berdasar Kitabullah, sunnah Rasul-Nya dan ijma’ umat Islam:
Riba, hukumnya berdasar Kitabullah, sunnah Rasul-Nya dan ijma’ umat Islam:
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qà)®?$#
©!$#
(#râsur
$tB
uÅ+t/
z`ÏB
(##qt/Ìh9$#
bÎ)
OçFZä.
tûüÏZÏB÷sB
ÇËÐÑÈ bÎ*sù
öN©9
(#qè=yèøÿs?
(#qçRsù'sù
5>öysÎ/
z`ÏiB
«!$#
¾Ï&Î!qßuur
(
bÎ)ur
óOçFö6è?
öNà6n=sù
â¨râäâ
öNà6Ï9ºuqøBr&
w
cqßJÎ=ôàs?
wur
cqßJn=ôàè?
ÇËÐÒÈ
278. Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
úïÏ%©!$#
tbqè=à2ù't
(#4qt/Ìh9$#
w
tbqãBqà)t
wÎ)
$yJx.
ãPqà)t
Ï%©!$#
çmäܬ6ytFt
ß`»sÜø¤±9$#
z`ÏB
Äb§yJø9$#
4
y7Ï9ºs
öNßg¯Rr'Î/
(#þqä9$s%
$yJ¯RÎ)
ßìøt7ø9$#
ã@÷WÏB
(#4qt/Ìh9$#
3
¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur
(#4qt/Ìh9$#
4
`yJsù
¼çnuä!%y`
×psàÏãöqtB
`ÏiB
¾ÏmÎn/§
4ygtFR$$sù
¼ã&s#sù
$tB
y#n=y
ÿ¼çnãøBr&ur
n<Î)
«!$#
(
ïÆtBur
y$tã
y7Í´¯»s9'ré'sù
Ü=»ysô¹r&
Í$¨Z9$#
(
öNèd
$pkÏù
crà$Î#»yz
ÇËÐÎÈ ß,ysôJt
ª!$#
(#4qt/Ìh9$#
Î/öãur
ÏM»s%y¢Á9$#
3
ª!$#ur
w
=Åsã
¨@ä.
A$¤ÿx.
?LìÏOr&
ÇËÐÏÈ
Artinya:
275. orang-orang
yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
276. Allah
memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah[177]. dan Allah tidak menyukai Setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178].
[174] Riba itu ada
dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang
disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu
barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang
yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi
dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang
berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[175] Maksudnya:
orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan
syaitan.
[176] Riba yang
sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
[177] Yang
dimaksud dengan memusnahkan Riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan
berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan
harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[178] Maksudnya
ialah orang-orang yang menghalalkan Riba dan tetap melakukannya.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Jauhilah tujuh
hal yang membinasakan.” Para sahabat
bertanya, “Apa itu, ya Rasulullah?” Jawab Beliau, “(Pertama) melakukan
kemusyrikan kepada Allah, (kedua) sihir, (ketiga) membunuh jiwa yang telah
haramkan kecuali dengan cara yang haq, (keempat) makan riba, (kelima) makan
harta anak yatim, (keenam) melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan
(ketujuh) menuduh berzina perempuan baik-baik yang tidak tahu menahu tentang
urusan ini dan beriman kepada Allah.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari V:
393 no: 2766, Muslim I: 92 no: 89, ‘Aunul Ma’bud VIII: 77 no: 2857 dan Nasa’i
VI: 257).
Klasifikasi
Riba
Riba ada dua macam yaitu riba nasiah dan riba fadhl.
Adapun yang dimaksud riba nasiah ialah tambahan yang sudah ditentukan di awal transaksi, yang diambil oleh si pemberi pinjaman dari orang yang menerima pinjaman sebagai imbalan dari pelunasan bertempo. Riba model ini diharamkan oleh Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma’ umat Islam.
Sedangkan yang dimaksud riba fadhl adalah tukar menukar barang yang sejenis dengan ada tambahan, misalnya tukar menukar uang dengan uang, menu makanan dengan makanan yang disertai dengan adanya tambahan.
Riba’ model kedua ini diharamkan juga oleh sunnah Nabi saw dan ijma’ kaum Muslimin, karena ia merupakan pintu menuju riba’ nasiah.
Beberapa Barang yang padanya Diharamkan Melakukan Riba’
Riba’ tidak berlaku, kecuali pada enam jenis barang yang sudah ditegaskan nash-nash syar’i berikut:
Dari Ubaidah bin Shamir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “(Boleh menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (sejenis gandum) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sebanding, sama dan tunai, tetapi jika berbeda jenis, maka juallah sesukamu, apabila tunai dengan tunai).”
Riba ada dua macam yaitu riba nasiah dan riba fadhl.
Adapun yang dimaksud riba nasiah ialah tambahan yang sudah ditentukan di awal transaksi, yang diambil oleh si pemberi pinjaman dari orang yang menerima pinjaman sebagai imbalan dari pelunasan bertempo. Riba model ini diharamkan oleh Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma’ umat Islam.
Sedangkan yang dimaksud riba fadhl adalah tukar menukar barang yang sejenis dengan ada tambahan, misalnya tukar menukar uang dengan uang, menu makanan dengan makanan yang disertai dengan adanya tambahan.
Riba’ model kedua ini diharamkan juga oleh sunnah Nabi saw dan ijma’ kaum Muslimin, karena ia merupakan pintu menuju riba’ nasiah.
Beberapa Barang yang padanya Diharamkan Melakukan Riba’
Riba’ tidak berlaku, kecuali pada enam jenis barang yang sudah ditegaskan nash-nash syar’i berikut:
Dari Ubaidah bin Shamir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “(Boleh menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (sejenis gandum) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sebanding, sama dan tunai, tetapi jika berbeda jenis, maka juallah sesukamu, apabila tunai dengan tunai).”
C. Hukum
Islam tentang Kerja sama Ekonomi (Syirkah)
Saat ini umat
Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya telah menerapkan
sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system)
untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi
ekonomi umat. Keinginan ini didasari oleh kesadaran untuk menerapkan Islam
secara utuh dan total.
1. Pengertian Musyarakah
Musyarakah
adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
a. Dasar
Hukum
Landasan hukum dari musyarakah
ini antara lain :
* öNà6s9ur
ß#óÁÏR
$tB
x8ts?
öNà6ã_ºurør&
bÎ)
óO©9
`ä3t
£`ßg©9
Ó$s!ur
4
bÎ*sù
tb$2
Æßgs9
Ó$s!ur
ãNà6n=sù
ßìç/9$#
$£JÏB
z`ò2ts?
4
.`ÏB
Ï÷èt/
7p§Ï¹ur
úüϹqã
!$ygÎ/
÷rr&
&úøïy
4
Æßgs9ur
ßìç/9$#
$£JÏB
óOçFø.ts?
bÎ)
öN©9
`à6t
öNä3©9
Ós9ur
4
bÎ*sù
tb$2
öNà6s9
Ó$s!ur
£`ßgn=sù
ß`ßJV9$#
$£JÏB
Läêò2ts?
4
.`ÏiB
Ï÷èt/
7p§Ï¹ur
cqß¹qè?
!$ygÎ/
÷rr&
&ûøïy
3
bÎ)ur
c%x.
×@ã_u
ß^uqã
»'s#»n=2
Írr&
×or&tøB$#
ÿ¼ã&s!ur
îr&
÷rr&
×M÷zé&
Èe@ä3Î=sù
7Ïnºur
$yJßg÷YÏiB
â¨ß¡9$#
4
bÎ*sù
(#þqçR%2
usYò2r&
`ÏB
y7Ï9ºs
ôMßgsù
âä!%2uà°
Îû
Ï]è=W9$#
4
.`ÏB
Ï÷èt/
7p§Ï¹ur
4Ó|»qã
!$pkÍ5
÷rr&
Aûøïy
uöxî
9h!$ÒãB
4
Zp§Ï¹ur
z`ÏiB
«!$#
3
ª!$#ur
íOÎ=tæ
ÒOÎ=ym
ÇÊËÈ
12. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika
isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta
yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah
dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat
yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati,
baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih
dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Penyantun.
[274] Memberi mudharat kepada
waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga
harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun
kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak
diperbolehkan.
Bersabda Rasulullah yang artinya
:
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :
sesungguhnya Allah azza wajalla berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya.” (HR Abu
Daud)
Hadist
tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan
perkongsian atau kerja sama selama pihak-pihak yang bekerja sama tersebut
saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.
Berdasarkan dalil-dalil diatas,
musyarakah (syirkah)
dapat diartikan dua orang atau lebih yang bersekutu (berserikat) dimana uang
yang mereka dapatkan dari harta warisan, atau mereka kumpulkan diantara mereka,
kemudian diinvestasikan dalam perdagangan, industri, atau pertanian dan
lain-lain sepanjang sesuai dengan kesepakatan bersama dan hal tersebut hukumnya
boleh.
b. Syarat-syarat
musyarakah
Dalam bersyarikah ada 5 syarat yang
harus dipenuhi yaitu sebagai berikut.
1) Benda (harta dinilai dengan uang).
2) Harta-harta itu sesuai dalam jenis dan macamnya.
3) Harta-harta dicampur.
4) Satu sama lain membolehkan untuk membelanjakan harta
itu.
5) Untung rugi diterima dengan ukuran harta
masing-masing.
c. Jenis-jenis
musyarakah
Ada dua jenis musyarakah yakni
musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak).
1) Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat,
atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau
lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih, berbagi dalam
sebuah aset nyata dan berbagi pula keuntungan yang dihasilkan oleh aset
tersebut.
2) Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan
dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan
modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi ‘inan, mufawadah, a’mal, wujuh, dan mudarabah.
a) Syirkah ‘inan adalah kontrak antara dua orang atau
lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja, keuntungan dan kerugian yang dibagi sesuai dengan
kesepakatan diantara mereka.
b) Syirkah mufawadah adalah kontrak kerja sama antara
dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan dana yang jumlahnya sama dan
berpartisipasi dalam kerja, keuntungan dan kerugian dibagi secara sama besar.
c) Syirkah a’mal adalah kontrak kerjasama dua orang
seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu. Misal dua orang arsitek menggarap sebuah proyek.
d) Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau
lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik dalam bisnis. Mereka membeli
barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara
tunai. Keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan jaminan yang disediakan
masing-masing.
Pada bidang perbankan misalnya,
penerapan musyarakah dapat berwujud hal-hal berikut ini.
1. Pembiayaan proyek. Musyarakah biasanya diaplikasikan
untuk pembiayaan dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk
membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan
dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati.
2. Modal ventura. Pada lembaga keuangan khusus yang
dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah
diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka
waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian
sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
D. Mudarabah
(bagi hasil)
Mudarabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan
seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan
karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung
jawab atas kerugian tersebut.
1.Dasar Hukum
Secara umum
landasan dasar syariah mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan
usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadist berikut ini. Allah berfirman dalam
surat al-Muzammil yang artinya : “…
dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya kata yadribun pada ayat
diatas dianggap sama dengan akar kata mudarabah yang berarti melakukan suatu
perjalanan usaha. Surah tersebut mendorong kaum muslim untuk melakukan upaya
atau usaha yang telah diperintahkan Allah SWT.
Hadist nabi
Muhammad yang artinya : “Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra
usahanya secara mudarabah mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi
lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi
peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada rasulullah SAW. Dan
rasulullah pun membolehkannya.”(HR Tabrani).
- Jenis-jenis mudarabah
Secara umum, mudarabah terbagi menjadi dua jenis
yakni mudarabah mutlaqah dan mudarabah muqayyadah.
a. Mudarabah
mutlaqah
Mudarabah mutlaqah adalah bentuk
kerjasama antara pemilik modal (sahibul
mal) dan pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam
pembahasan fikih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan
sesukamu) dari sahibul mal ke mudarib yang memberi kekuasaan sangat besar.
b. Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah muqayyadah adalah
kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi dengan batasan jenis
usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan
kecenderungan umum si Sahibul
Mal dalam memasuki jenis dunia usaha.
Adapun dari
sisi pembiayaan, mudarabah biasanya diterapkan untuk bidang-bidang berikut.
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja
perdagangan dan jasa.
b. Investasi khusus disebut juga mudarabah muqayyadah,
yaitu sumber investasi yang khusus dengan penyaluran yang khusus pula dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh sahibul mal.
Mudarabah dan
kaitannya dengan dunia perbankan biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Sisa penghimpunan dana mudarabah biasanya diterapkan
pada bidang-bidang berikut ini.
- Tabungan berjangka, yaitu dengan tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan deposito berjangka.
- Deposito spesial (special investment), yaitu dana dititipkan kepada nasabah untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah atau ijarah saja.
Mudaroban yang berkaitan dengan dunia Pertanian
ialah :
Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah
a. Musaqah
(paroan kebun)
Yang dimaksud
musaqah adalah bentuk kerja sama dimana orang yang mempunyai kebun memberikan
kebunnya kepada orang lain (petani) agar dipelihara dan penghasilan yang
didapat dari kebun itu dibagi berdua menurut perjanjian sewaktu akad.
Musaqah
dibolehkan oleh agama karena banyak orang yang membutuhkannya. Ada orang yang
mempunyai kebun, tapi dia tidak dapat memeliharanya. Sebaliknya, ada orang yang
tidak mempunyai kebun, tapi terampil bekerja. Musaqah memberikan keuntungan
bagi kedua belah pihak yakni pemilik kebun dan pengelola sehingga sama-sama
memperoleh hasil dari kerja sama tersebut. Hadist menjelaskan sebagai berikut
yang artinya : “Dari Ibnu
Umar: Sesungguhnya nabi Muhammad SAW telah memberikan kebun beliau kepada
penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian, mereka akan
diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan atau hasil petani
(palawija).” (HR Muslim).
b. Muzaraah
Muzaraah
adalah kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benih(bibit tanaman)nya dari
pekerja (petani). Zakat hasil paroan ini diwajibkan atas orang yang punya
benih. Oleh karena itu, pada muzaraah zakat wajib atas petani yang bekerja
karena pada hakekatnya dialah (si petani) yang bertanam, yang mempunyai tanah seolah-olah
mengambil sewa tanahnya, sedangkan pengantar dari sewaan tidak wajib
mengeluarkan zakatnya.
c. Mukhabarah
Mukhabarah
kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari pemilik sawah/ladang.
Adapun pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada
hakekatnya dialah yang bertanam, sedangkan petani hanya mengambil upah bekerja.
Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari
keduanya, zakat wajib atas keduanya yang diambil dari jumlah pendapatan sebelum
dibagi. Hukum kerja sama tersebut diatas diperbolehkan sebagian besar para
sahabat, tabi’in dan para imam.
.
E. Perbankan
yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Lahirnya ekonomi
Islam di zaman modern ini cukup unik dalam sejarah perkembangan ekonomi.
Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi-ekonomi yang lain karena lahir atau
berasal dari ajaran Islam yang mengharamkan riba’ dan menganjurkan sedekah.
Kesadaran tentang larangan riba’ telah menimbulkan gagasan pembentukan suatu
bank Islam pada dasawarsa kedua abad ke-20 diantaranya melalui pendirian
institusi sebagai berikut.
1. Bank Pedesaan (Rural Bank) dan Bank Mir-Ghammar di
Mesir tahun 1963 atas prakarsa seorang cendikiawan Mesir DR. Ahmad An Najjar.
2. Dubai Islamic Bank (1973) di kawasan negara-negara
Emirat Arab.
3. Islamic Development Bank (1975) di Saudi Arabia.
4. Faisal Islamic Bank (1977) di Mesir.
5. Kuwait House of Finance di Kuwait (1977).
6. Jordan Islamic Bank di Yordania (1978).
Bank non Islam
yang disebut juga bank konvensional adalah sebuah lembaga keuangan yang fungsi
utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik
perorangan atau badan usaha guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan
lain-lain dengan sistem bunga.
Sedangkan Bank
Islam yang dikenal dengan Bank Syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang
menjalankan operasinya menurut hukum (syariat) Islam dan tidak memakai sistem
bunga karena bunga dianggap riba’ yang diharamkan oleh Islam.
Sebagai
pengganti sistem bunga, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari
unsur riba’, antara lain sebagai berikut.
1. Wadiah atau titipan uang, barang, dan surat berharga
atau deposito. Wadiah ini bisa diterapkan oleh Bank Islam dalam operasinya
untuk menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa
uang, barang, dan surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga
keselamatannya oleh Bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan
itu tanpa harus membayar imbalannya, tetapi Bank harus menjamin dapat
mengembalikan dana itu pada waktu pemiliknya (depositor) memerlukannya.
2. Mudarabah adalah kerjasama antara pemilik modal dengan
pelaksana atas dasar perjanjian profit
and loss sharing. Dengan mudarabah ini, Bank Islam dapat memberikan
tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi
hasil dan rugi yang perbandingannya sesuai dengan perjanjian misalnya, fifty-fifty. Dalam
mudarabah ini, Bank tidak mencampuri manajemen perusahaan.
3. Syirkah (perseroan). Di bawah kerjasama syirkah ini,
pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha
patungan (joint ventura).
Oleh karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dengan
menanggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profit and loss sharing
(PLS Agreement).
4. Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan
harga atau cost plus atas
dasar harga pembelian yang pertama secara jujur. Dengan murabahah ini, pada
hakikatnya suatu pihak ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam
meminjam menjadi transaksi jual beli. Dengan sistem murabahah ini, Bank bisa
membelikan atau menyediakan barang - barang yang diperlukan oleh pengusaha
untuk dijual lagi, dan Bank minta tambahan harga atas harga pembeliannya.
Syarat bisnis dengan murabahah ini, ialah si pemilik barang (dalam hal ini
Bank) harus memberi informasi yang sebenarnya kepada pembeli tentang harga
pembeliannya dan keuntungan bersih (profit
margin) dari pada cost
plus nya itu.
5. Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan). Bank
Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga (benevolent
loan) kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang
mempunyai deposito di Bank Islam itu sebagai salah satu pelayanan dan
penghargaan Bank kepada para deposan karena mereka tidak menerima bunga atas
depositonya dari Bank Islam.
Perkembangan
pesat Bank-Bank Islam yang lazim disebut Bank syariah terjadi pada dasawarsa
70-an setelah terjadinya krisis minyak yang menimbulkan oil boom pada tahun
1971. Perkembangan pesat Bank syariah tersebut membuktikan bahwa: (1) ajaran
Islam menggerakkan ide sosial ekonomi. Ide spirit yang bersumber pada ajaran
Islam disebut juga modal masyarakat (Social
Capital). (2) Peranan cendikiawan yang memiliki suatu konsep yang
mengoperasionalkan ajaran agama yaitu zakat, infak, sedekah (ZIS), dan larangan
riba. ZIS dapat dijadikan modal Bank, hal ini juga pernah dipelopori oleh
pemikiran dari KH. Ahmad Dahlan. Beliau memiliki gagasan membentuk lembaga amil
(penghimpun dan pengelola zakat).
Bank syariah
pertama yang beroperasi di Indonesia adalah PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
berdiri pada tanggal 1 mei 1992. Perkembangan perbankan syariah pada awalnya
berjalan lebih lambat dibanding dengan Bank konvensional. Sampai dengan tahun
1998 hanya terdapat 1 Bank Umum Syariah dan 78 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat
Syariah). Berdasarkan statistik perbankan syariah mei 2003 dari Bank Indonesia
tercatat, Bank Umum Syariah 2 yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri, 8 Bank umum
yang membuka unit atau kantor cabang syariah yaitu Danamon Syariah, Jabar
Syariah, Bukopin Syariah, BII Syariah dll, serta 89 Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Beberapa bank konvensional dalam negeri, maupun asing yang
beroperasi di Indonesia juga telah mengajukan izin dan menyiapkan diri untuk
segera beroperasi menjadi Bank Syariah.
Kehadiran Bank
Syariah memiliki hikmah yang cukup besar, diantaranya sebagai berikut.
1. Umat Islam yang berpendirian bahwa bunga Bank
konvensional adalah riba’, maka Bank Syariah menjadi alternatif untuk menyimpan
uangnya, baik dengan cara deposito, bagi hasil maupun yang lainnya.
2. Untuk menyelamatkan umat Islam dari praktik bunga
yang mengandung unsur pemerasan (eksploitasi) dari si kaya terhadap si miskin
atau orang yang kuat ekonominya terhadap yang lemah ekonominya.
3. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam
terhadap Bank non Islam yang menyebabkan umat Islam berada dibawah kekuasaan
Bank, sehingga umat Islam belum bisa menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan
pribadi dan masyarakat, terutama dalam kegiatan bisnis dan perekonomiannya.
4. Bank Islam dapat mengelola zakat di negara yang
pemerintahannya belum mengelola zakat secara langsung. Bank juga dapat
menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif
dan hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
5. Bank Islam juga boleh memungut dan menerima
pembayaran untuk hal-hal berikut.
a. Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh
Bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, misalnya biaya
telegram, telepon, atau telex dalam memindahkan atau memberitahukan rekening
nasabah, dan sebagainya.
b. Membayar gaji para karyawan Bank yang melakukan
pekerjaan untuk kepentingan nasabah dan sebagai sarana dan prasarana yang
disediakan oleh Bank dan biaya administrasi pada umumnya.
F. Sistem Asuransi yang Sesuai dengan
Prinsip Hukum Islam
Mengikuti
sukses perbankan Syariah, asuransi Syariah juga mengalami pertumbuhan yang
cukup pesat. Sampai dengan tahun 2002, tercatat sejumlah asuransi konvensional
yang membuka divisi Syariah yang terbukti mampu bersaing dengan asuransi
lainnya.
Asuransi pada
umumnya, termasuk asuransi jiwa, menurut pandangan Islam adalah termasuk
masalah ijtihadiyah. Artinya, masalah tersebut perlu dikaji hukumnya karena
tidak ada penjelasan yang mendalam didalam Al Qur’an atau hadist secara
tersurat. Para imam mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam
Ahmad dan ulama mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad II dan III H
atau VIII dan IX M) tidak memberi fatwa hukum terhadap masalah asuransi karena
hal tersebut belum dikenal pada waktu itu. Sistem asuransi di dunia Islam baru
dikenal pada abad XIX M, sedangkan di dunia barat sudah dikenal sejak sekitar
abad XIV M,.
Kini umat
Islam di Indonesia dihadapkan kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuknya
(asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan) dan dalam berbagai
aspek kehidupannya, baik dalam kehidupan bisnis maupun kehidupan keagamaannya.
Dikalangan
ulama dan cendikiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yakni
sebagai berikut.
- Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa.
- Membolehkan semua asuransi dalam praktiknya sekarang ini.
- Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.
- Menganggap syubhat.
Ketika mengkaji hukum Islam tentang asuransi, sudah
tentu harus dilakukan dengan menggunakan metode ijtihad yang lazim digunakan
oleh mujtahidin dahulu. Diantara metode ijtihad yang mempunyai banyak peranan
di dalam mengistinbatkan (mencari dan menetapkan hukum) terhadap
masalah-masalah baru yang tidak ada nasnya dalam Al Qur’an dan hadist adalah
maslahah mursalah atau istislah (public
good) dan qyas (analogical
reasoning).
Dalam buku Hukum Asuransi di Indonesia
ditulis oleh Vide Wirjono Prodjodikoro, menjelaskan, menurut pasal 246 Wet Boek Van Koophandel (Kitab
Undang-undang perniagaan), bahwa asuransi pada umunya adalah suatu bentuk persetujuan
dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima
sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh
yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Adapun asuransi
Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah
orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai Syariah.
Ada beberapa
sumber yang dijadikan rujukan bagi berlangsungnya sistem asuransi tersebut,
diantaranya adalah hadistt Nabi Muhammad SAW “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam suatu
masyarakat ibarat satu bangunan, dimana tiap bangunan saling mengokohkan satu
sama lain.” (HR Bukhari danMmuslim).
Secara
operasional, asuransi yang sesuai dengan Syariah memiliki sistem yang
mengandung hal-hal sebagai berikut.
1. Mempunyai akad takafuli (tolong-menolong) untuk
memberikan santunan atau perlindungan atas musibah yang akan datang.
2. Dana yang terkumpul menjadi amanah pengelola dana.
Dana tersebut diinvestasikan sesuai dengan instrumen Syariah seperti mudarabah,
wakalah, wadi’ah dan murabahah.
3. Premi memiliki unsur tabaru’ atau mortalita (harapan
hidup).
4. Pembebanan biaya operasional ditanggung pemegang
polis, terbatas pada kisaran 30 % dari premi sehingga pembentukan pada nilai
tunai cepat terbentuk pada tahun pertama yang memiliki nilai 70 % dari premi.
5. Dari rekening tabaru’ (dana kebajikan seluruh
peserta) sejak awal sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong -
menolong bila terjadi musibah.
6. Mekanisme pertanggungan pada asuransi Syariah adalah sharing of risk. Apabila
terjadi musibah semua peserta ikut (saling) menanggung dan membantu.
7. Keuntungan (profit) dibagi antara perusahaan dengan
peserta sesuai prinsip bagi hasil (mudarabah),atau dalam akad tabarru’ dapat
berbentuk hadiah kepada peserta dan ujrah (fee)
kepada pengelola.
8. Mempunyai misi akidah, sosial serta mengangkat
perekonomian umat Islam atau misi iqtisadi.
G. Sistem
Lembaga
Keuangan non Bank yang sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Sistem lembaga
keuangan non Bank yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam antara lain
adalah sebagai berikut.
1. Koperasi
Pengertian
koperasi dari segi etimologi berasal dari bahasa inggris coorporation, yang
artinya bekerja sama. Pengertian koperasi dari segi etimologi ialah suatu
perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum
yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan
anggota atas dasar suka rela secara kekeluargaan.
Koperasi mempunyai dua fungsi,
yakni :
- Fungsi ekonomi dalam bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan koperasi untuk meringankan beban hidup sehari-hari para anggotanya.
- Fungsi soisal dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong royong atau dalam bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari bagian laba koperasi disisihkan untuk tujuan-tujuan sosial, misalnya untuk mendirikan sekolah atau tempat ibadah.
Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya
menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kredit
atau bidang produksi. Ini disebut koperasi berusaha tunggal (single purpose). Dan ada
pula koperasi yang meluaskan usahanya dalam berbagai bidang yang disebut
koperasi serba usaha (multi
purpose) seperti bidang pembelian dan penjualan.
Modal usaha
koperasi diperoleh dari uang simpanan pokok, uang simpanan wajid, uang simpanan
sukarela yang merupakan deposito, uang pinjaman, penyisihan-penyisihan hasil
usaha termasuk cadangan dan sumber lain yang sah.
Menurut mahmud
syaltut, koperasi sebagaimana diuraikan diatas adalah bentuk syirkah baru yang
diciptakan oleh para ahli ekonomi dan banyak sekali memilki manfaat, antara
lain memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham, memberi lapangan
kerja kepada para karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil
usaha koperasi untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah dan sebagainya. Koperasi
tidak mempunyai unsur kezaliman dan pemerasan oleh manusia yang kuat atau kaya
atas manusia yang lemah atau miskin, pengelolaannya demokratis dan terbuka (open management) serta
membagi keuntungan dan kerugian kepada para anggota menurut ketentuan yang
berlaku yang telah diketahui oleh seluruh anggota pemegang saham. Oleh karena
itu, koperasi dapat diterima oleh kalangan Islam.
2. BMT (Baitul Mal wat Tamwil)
Merupakan lembaga
keuangan mikro yang sangat sukses. BMT di Indonesia tumbuh dari bawah
(masyarakat berekonomi lemah) yang didukung oleh deposan-deposan kecil. BMT
telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dana
dari, untuk dan oleh masyarakat yang merupakan perwujudan demokrasi ekonomi.
BMT-BMT sebagian besar berbadan hukum koperasi yang merupakan badan usaha
berdasarkan azas kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Sampai tahun 2003,
jumlah BMT sudah mendekati angka 4000 unit dimana proses operasionalnya tidak
jauh beda dengan operasional BPRS atau Bank Syariah.
Kesimpulan
Perekonomian dalam islam sungguh banyak manfaatnya, kita diajarkan bagaimana tatacara dalam melakukan transaksi jual beli, ataupun kerja sama dalam perekonomian dan lain-lain. Hal yang harus diperhatikan bahwa setiap transaksi jual beli, terdapat syarat dan rukun-rukunnya. Sehingga barang yang kita beli tersebut halal.
Saran
Dalam perekonomian menurut islam telah ditentukan syarat dan rukunnya, jadi sebaiknya kita mengikuti tata cara jual beli ataupun kerja sama lainnya, agar kita termasuk kedalam islam kaffah.
Dalam sistem perbankan terdapat beberapa cara yang telah ditetapkan, dan agar sesuai dengan ajaran islam dalam hal perbankan kita harus mengetahui hal-hal yang diperbolehkan dan hal-hal yang tidak diperbolehkan.
Daftar Pustaka
http://de-kill.blogspot.com/2008/11/riba-dalam-islam.html
http://im-rouyani.blogspot.com/2010/05/hukum-islam-tentang-muamalah.html
http://alakaycisero.multiply.com/journal/item/35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar